Jumat, 16 Agustus 2013

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT (Sosiologi Hukum)



TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT

A.      Beberapa Teori tentang Hukum dan Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Pada umumnya suatu perubahan di bidang tertentu akan mempengaruhi bidang lainnya. Maka dari itu jika diterapkan terhadap hukum maka sejauh manakah perubahan hukum mengakibatkan perubahan pada bidang lainnya.[1]
Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri dan  bisa dari bangsa lain seperti: pertama, terjadinya berbagai bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah itu terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga - lembaga organisasi mereka. Penyebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik kadang-kadang ditimbulkan oleh tindakan masyarakat itu sendiri. Kedua, peperangan dengan negara lain memicu perubahan perubahan karena negara yang menang akan memaksakan kebudayaanya pada negara yang kalah. Ketiga, karena lingkungan fisik sehingga kebudayan yang disebarkan oleh bangsa lain dapat mengakibatkan perubahan hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua kelompok masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik, yakni masing-masing masyarakat dapat mempengaruhi masyarakat lainnya. Apabila pengaruh dari masyarakat tersebut diterima tidak karena paksaan, hasilnya dinamakan demonstration effect.[2]
Menurut Max Weber, perkembangan hukum materiil dan hukum acara mengikuti tahap-tahap tertentu, mulai dari bentuk sederhana sampai pada tahap termaju dimana hukum disusun secara sistematis. Ia menyatakan perubahan-perubahan hukum adalah sesuai dengan perubahan yang terjadi pada sistem sosial dari masyarakat yang mendukung sistem hukum yang bersangkutan.
Email Durkheim menyatakan bahwa hukum merupakan refleksi dari solidaritas sosial dalam masyarakat. Menurutnya, di dalam masyarakat terdapat dua macam solidaritas yaitu bersifat mekanis dan organis. Solidaritas yang mekanis terdapat pada masyarakat yang sederhana dan homogen, dimana ikatan dari warganya didasarkan hubungan-hubungan pribadi serta tujuan yang sama. Sedangkan solidaritas yang organis terdapat pada masyarakat yang heterogen, dimana terdapat pembagian kerja yang kompleks.
Richard Schwartz dan James C. Millier meneliti beberapa karakteristik sistem hukum yang telah berkembang yaitu adanya consuel (yaitu suatu badan yang menyelesaikan persengketaan yang terdiri dari orang-orang yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan pihak-pihak yang bersengketa), mediation (yaitu intervensi dari pihak ketiga yang tak mempunyai hubungan darah dengan para pihak), dan polisi yang merupakan angkatan bersenjata yang dipergunakan untuk melaksanakan hukum. Menurutnya, hukum yang bersifat represif berguna untuk memahami pentingnya hukuman.
Menurut Sir Henry Maine bahwa perkembangan hukum dari status ke kontrak adalah sesuai dengan perkembangan dari masyarakat yang sederhana dan homogen ke masyarakat yang kompleks susunannya dan bersifat heterogen di mana hubungan antara manusia lebih ditekankan pada unsur pamrih.
Pitirim Sorokin mengemukakan teori tentang perkembangan hukum dan gejala-gejala sosial lainnya yang disesuaikannya dengan tahapan-tahapan tertentu yang dilalui oleh setiap masyarakat. Nilai-nilai yang berkembang yaitu ideational (yaitu kebenaran absolut sebagaimana yang diwahyukan Tuhan Yang Mahakuasa), sensate (yaitu nilai yang didasarkan pada pengalaman), dan idealistic (yang merupakan kategori campuran). Perlu diingat bahwa setiap sistem hukum tak akan mungkin secara mutlak menutup dirinya terhadap perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat.
Arnold M. Rose mengemukakan 3 teori tentang perubahan-perubahan sosial yang dihubungkan dengan hukum yaitu penemuan-penemuan di bidang teknologi, konflik antara kebudayaan, dan gerakan sosial. William F. Ogburn menyatakan teori yang pertama bahwa penemuan-penemuan di bidang teknologi merupakan faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya perubahan-perubahan sosial, karena penemuan tersebut mempunyai daya berkembang yang kuat. Teori yang kedua menyangkut kebudayaan  menyatakan bahwa proses pembaharuan atau perubahan terjadi apabila dua kebudayaan berhubungan. Teori yang ketiga tentang gerakan sosial bahwa adanya ketidakpuasan terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu menimbulkan keadaan tidak tentram yang menyebabkan terjadinya gerakan-gerakan untuk mengadakan perubahan-perubahan.[3]
Fungsi dan keberadaan hukum dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu :[4]
  1. Pada masa lalu, hukum dipandang sebagai produk atau hasil dari kebudayaan.
  2. Pada masa sekarang, hukum dipandang sebagai pemelihara kebudayaan.
  3. Pada masa yang akan datang, hukum dipandang sebagai alat untuk memperkaya kebudayaan.
Ketiga sudut pandang terlihat bahwa aturan hukum yang terbentuk dari nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, mempunyai fungsi ganda, yaitu di satu pihak untuk menjaga nilai-nilai yang sudah ada dan berkembang dalam masyarakat dan di lain pihak untuk membentuk kebudayaan baru dan mengembangkan hak-hak manusia.

B.       Hubungan antara Perubahan-Perubahan Sosial dengan Hukum
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat terjadi karena sebab dari masyarakat itu sendiri dan sebab di luar masyarakat. Sebab-sebab intern misalnya bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan baru, pertentangan, atau mungkin karena revolusi. Sedangkan sebab ekstern berasal dari lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan masyarakat lain, peperangan atau lainnya.
Di dalam proses perubahan hukum (terutama yang tertulis) pada umumnya dikenal adanya tiga badan yang dapat mengubah hukum, yaitu badan-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum, dan badan-badan pelaksana hukum. Pada masyarakat sederhana, ketiga fungsi tadi mungkin berada di tangan satu badan tertentu atau diserahkan pada unit-unit terpenting dalam masyarakat. Akan tetapi, baik pada masyarakat modern maupun sederhana ketiga fungsi tersebut dijalankan dan merupakan saluran-saluran melalui mana hukum mengalami perubahan-perubahan.
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya atau mungkin hal yang sebaliknya yang terjadi. Apabila hal demikian terjadi maka terjadi ketidakseimbangan yang mengakibatkan kepincangan-kepincangan. Hal ini terjadi karena hukum pada hakikatnya  disusun atau disahkan oleh bagian kecil dari masyarakat yang pada suatu ketika mempunyai kekuasaan dan wewenang. Oleh karena itu perbedaan kaidah hukum di satu pihak dengan kaidah sosial lainnya merupakan ciri yang tak dapat dihindarkan dalam masyarakat.
Kemungkinan, kesulitan-kesulitan di atas dapat diatasi dengan terlebih dahulu menganalisa peranan hukum dalam mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial dengan membedakan aspek-aspek hukum secara tidak langsung. Hukum mempunyai pengaruh yang tidak langsung dalam mendorong terjadinya perubahan sosial dengan membentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh langsung terhadap masyarakat. Sebaliknya apabila hukum membentuk atau mengubah lembaga dasar dalam masyarakat maka terjadi pengaruh langsung.

C.      Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat
Hukum itu lahir oleh manusia dan untuk menjamin kepentingan dan hak-hak manusia sendiri. Dari manusia inilah warna hukum dan terapannya akan menentukan apa yang dialami manusia dalam pergaulan hidup.[5]
Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat dalam arti bahwa hukum mungkin dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change. Agent of change atau pelopor perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin lembaga-lembaga kemasyarakatan. Suatu perubahan sosial yang dikehendaki atau direncanakan selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor perubahan tersebut.
Kiranya dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat mempunyai peranan penting terutama dalam perubahan yang dikehendaki walaupun secara tidak langsung. Oleh sebab itu apabila pemerintah ingin membentuk badan-badan yang berfungsi untuk mengubah masyarakat, maka hukum diperlukan untuk membentuk badan tadi serta untuk menentukan dan membatasi kekuasaannya. [6]


[1] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 101
[2] Soerjono sukanto, Sosiologi, Suatu Pengantar. (Jakarta : RajaGrafindo, 2009), hlm. 155
[3] Ibid, Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum,…………..hlm. 110
[4] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm. 43
[5] Soedjono Dirdjosisworo, Sosiologi Hukum, (Jakarta : Rajawali, 1983), hlm. 15
[6] Selo Soemardjan, Sifat-Sifat Panutan di dalam Pandangan Masyarakat Indonesia. Masalah-masalah Ekonomi dan Faktor-faktor IPOLSOS, (Jakarta : LEKNAS, MIPI, 1965), hlm. 26

4 komentar:

Unknown mengatakan...

good posting

Scar's Blog mengatakan...

trims....
silahkan gabung pada member saya

afdalis mengatakan...

Luar biasa bermanfaat..izin untuk dijadikan salah satu rujukan..semoga penulis mendapatkan pahala yang setimpal...

amna mengatakan...

Terima kasih, sangat bermanfaat

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates