BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Wacana
masyarakat madani merupakan wacana yang telah mengalami proses yang panjang. Ia
muncul bersamaan dengan proses modernisasi, terutama pada saat terjadi
transformasi dari masyarakat feodal menuju masyarakat Barat modern, yang saat itu lebih dikenal
dengan istilah civil society.
Wacana
masyarakat madani yang sudah menjadi arus utama dewasa ini, baik di lingkungan
masyarakat, pemerintah, dan akademisi, telah mendorong berbagai kalangan untuk
memikirkan bagaimana perkembangan sektor-sektor kehidupan di Indonesia yang
sedang dilanda reformasi itu dapat diarahkan kepada konsep masyarakat madani
sebagai acuan baru.
Dalam makalah
ini akan dikemukakan pengertian civil
society baik secara global maupun menurut berbagai pakar di berbagai negara
yang menganalisa dan mengkaji fenomena civil
society. Karakteristik yang menjadi prasyarat penegakan civil society, sejarah dan perkembangan civil society , serta strategi–strategi
dalam membangun civil society di
Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
Pengertian Civil Society?
2. Apa
Karakteristik Civil Society?
3. Bagaimana
Sejarah dan Perkembangan Civil Society di Indonesia?
4. Bagaimana
Strategi Membangun Civil Society di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian civil society
2. Untuk
mengetahui karakteristik civil society
3. Untuk
mengetahui sejarah dan perkembangan civil society di Indonesia
4. Untuk
mengetahui strategi membangun civil society di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Civil Society
Di bawah ini
beberapa istilah dan penggegas yang mengacu pada pengertian masyarakat sipil,
sebagaimana dirumuskan oleh Dawam Rahardjo:[1]
INDONESIA
|
ASING
|
Masyarakat
Sipil
(Mansour
Fakih)
Masyarakat
Warga
(Soetandyo
Wignyosubroto)
Masyarakat
Kewargaan
(Frans-Magnis
Suseno dan M. Ryas Rasyid)
Masyarakat
Madani
(Anwar
Ibrahim, Nurcholis Madjid, M. Dawam Rahardjo)
Civil
Society (tidak diterjemahkan)
(M.
AS. Hikam)
|
Koinonia
Politike
(Aristoteles)
Societas
Civilis
(Cicero)
Comonitas
Civilis
Comonitas
Politica
Societe
Civile
(Tocquiville)
Burgerlishe
Gesellscaft
(Hegel)
Civil
Society
(Adam
Ferguson)
Civitas
Etat
|
Istilah madani secara umum dapat
diartikan sebagai “ adab atau beradab “ Masyarakat madani dapat didefinisikan
sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai
kehidupannya, untuk dapat tata masyarakat yang beradab dalam membangun,
menjalani, dan memaknai kehidupannya, untuk dapat mencapai masyarakat seperti
itu, persyaratan yang harus dipenuhi antara lain adalah keterlibatan dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama, kontrol masyarakat
dalam jalannya proses pemerintahan, serta keterlibatan dan kemerdekaan masyarakat
dalam memilih pimpinannya.[2] Masyarakat
madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.[3]
Menurut Zbigniew Rau, masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang
berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan
perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai
nilai-nilai yang mereka yakini.
Han
Sung-joo mendefinisikan masyarakat madani merupakan sebuah
kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan
sukarela yang terbebas dari negara, suatu ruang publik yang mampu
mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga negara yang mampu
mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui
norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk
serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.
Kim
Sunhyuk mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang
secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang
secara relatif otonom dari negara, yang merupakn satuan-satuan dari (re)
produksi dan masyarakat politik yang mampu melekukan kegiatan politik dalam
suatu ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka dan memejukan
kepentingan-kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan
pengelolaan yang mandiri.
Dari ketiga definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau
tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan negara,
memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang
mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.[4]
Lebih jelas Anwar Ibrahim
menyebutkan bahwa masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur berdasarkan
prinsip moral yang menjamin kesimbangan antara kebebasan perorangan dan
kestabilan masyarakat.
B.
Karakteristik
Civil Society
Ø Wilayah
publik yang bebas (free public sphere)
Wilayah
publik yang bebas yaitu adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukakan pendapat. Ruang public dapat diartikan sebagai wilayah bebas di
mana semua warga Negara memiliki akses penuh dalam kegiatan yang bersifat publik.
Ø Demokrasi
Demokrasi
adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari,
dan untuk warga negara. Masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan
interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak memperhatikan suku, ras dan
agama.
Ø Toleransi
Toleransi
adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Jika
toleransi menghsilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara
berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai
hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yang benar.
Ø Kemajemukan
(pluralisme)
Sebagai
prasyarat penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus dipahami secara
mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan
menerima kemajemukan dalam konteks
kehidupan sehari-hari. Kemajemukan erat kaitannya dengan sikap penuh pengertian
(toleran) kepada orang lain, yang diperlukan dalam masyarakat yang
majemuk.
Ø Keadilan
sosial (social justice)
Keadilan
sosial adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan
kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Masyarakat
memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya
oleh pemerintah.
C.
Sejarah
dan Perkembangan Civil Society di Indonesia
Ø Fase
pertama, dikembangkan oleh:
·
Aristoteles (384-322 SM)
Civil Society dipahami sebagai
sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga
dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan
pengambilan keputusan. Istilah koinonia
politike digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis
dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum.
·
Marcus Tullius Cicero (106-43 SM)
Masyarakat
sipil atau societies civilies ,yaitu
sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Istilah ini lebih
menekankan pada konsep negara kota (city
state), yakni untuk menggambarkan kerajaan,
kota, dan bentuk korporasi
lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisasi.
·
Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut
Hobbes, masyarakat madani harus memiliki kekuasaan mutlak agar mampu sepenuhnya
mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (perilaku politik)
setiap warga negara.
·
John Locke (1632-1704 M)
Kehadiran
masyarakat madani dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap
warga negara. Konsekuensinya adalah masyarakat madani tidak boleh absolut dan
harus membatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan
memberikan ruang yang manusiawi bagi warga negara untuk memperoleh haknya
secara adil dan proporsional.
Ø Fase
kedua, dikembangkan oleh:
·
Adam Fergusson (1767)
Ia
menekankan masyarakat madani pada sebuah visi etis dalam kehidupan
bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial
yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme serta
mencoloknya perbedaan antara publik dan individu.
Ø Fase
ketiga, dikembangkan oleh:
·
Thomas Paine (1792)
Ia
menggunakan istilah masyarakat madani sebagai kelompok masyarakat yang memiliki
posisi secara diametral dengan negara, bahkan dianggapnya sebagai anti tesis
dari negara. Dengan demikian, maka negara harus dibatasi sampai
sekecil-kecilnya dan ia merupakan perwujudan dari delegasi kekuasaan yang
diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan umum. Masyarakat
madani menurut Paine adalah ruang dimana
warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan
kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.
Ø Fase
keempat, dikembangkan oleh:
·
GWF Hegel (1770-1851 M)
Struktur
sosial terbagi atas 3 entitas, yakni keluarga, masyarakat madani dan negara.
Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi sebagai anggota masyarakat yang bercirikan
keharmonisan. Masyarakat madani merupakan lokasi atau tempat berlangsungnya
percaturan berbagai kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan
ekonomi. Sementara negara merupakan representasi ide universal yang bertugas
melindungi kepentingan politik warganya dan berhak penuh untuk intervensi
terhadap masyarakat madani.
·
Karl Mark (1818-1883)
Masyarakat
madani sebagai “ masyarakat borjuis” dalam konteks kehidupan produksi
kapitalis, keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari
penindasan. Karenanya, maka ia harus dilenyapkan untuk mewujudkan masyarakat
tanpa kelas.
·
Antonio Gramsci(1891-1837 M)
Ia
tidak memahami masyarakat madani sebagai relasi produksi, tetapi lebih pada
sisi ideologis. Gramsci memandang adanya sifat kemandirian dan politis pada
masyarakat sipil, sekalipun keberadaannya juga amat dipengaruhi oleh basis
material.
Ø Fase
kelima, dikembangkan oleh:
·
Alexis de Tocqueville (1805-1859)
Masyarakat
madani sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara. Bagi de’ Tocqueville,
kekuatan politik dan masyarakat madani-lah yang menjadikan demokrasi di Amerika
mempunyai daya tahan. Dengan tertwujudnya pluralitas, kemandirian dan kapasitas
politik di dalam masyarakat madani, maka warga negara akan mampu mengimbangi
dan mengontrol kekuatan negara. [5]
D.
Strategi
Membangun Civil Society di Indonesia
Ø Integrasi
nasional dan politik
Strategi
ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam
masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
Ø Reformasi
sistem politik demokrasi
Strategi
ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap pembangunan
ekonomi.
Ø Membangun
masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi.
Strategi
ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dari strategi pertama dan
kedua. Dengan begitu strategim ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran
politik, terutama pada golongan menengah yang makin luas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Masyarakat madani adalah sebuah kelompok
atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan
negara, memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya
lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan
publik.
2.
Perwujudan masyarakat madani ditandai
dengan beberapa karakteristik diantaranya wilayah publik yang bebas, demokrasi,
toleransi, kemajemukan, dan keadilan
sosial.
3.
Masyarakat madani berkembang melalui
proses yang panjang yang dapat dikelompokkan menjadi lima fase.
4.
Strategi membangun masyarakat madani di
indonesia dapat dilakukan dengan integrasi nasional dan politik, reformasi
sistem politik demokrasi, membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat
ke arah demokratisasi.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan
lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Basyir,
Kunawi (dkk.). 2011. Civic Education.
Surabaya:IAIN Sunan Ampel press
Lisyarti, Retno (dkk.). 2008 Pendidikan Kewarganegaraan, Erlangga : PT. Gelora Aksara Pratama
Rosyada,
Dede (dkk.). 2003. Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat madani.
Jakarta: Prenada Media.
Ubaedillah
(dkk.). 2010. Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat madani. Jakarta: Prenada Media
http://fixguy.wordpress.com
[1] Kunawi Basyir (dkk.), Civic Education, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel press, 2011), hlm. 140
[2] Dikutip dari http://www.kosmaext2010.com
[3] Dikutip dari
http://fixguy.wordpress.com
[4]
Rosyada,
Dede (dkk.). 2003. Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat madani. Jakarta: Prenada Media.
[5]
Ubaedillah
(dkk.) 2010. Demokrasi, Hak Asasi Manusia
dan Masyarakat madani. Jakarta: Prenada Media.
0 komentar:
Posting Komentar