Rabu, 11 Juli 2012

Kebendaan dan Keuangan Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, melainkan harus berinteraksi dengan yang lainnya. Ia memerlukan bantuan orang lain dan juga diperlukan oleh yang lainnya. Dalam melakukan interaksi antara yang satu dengan yang lainnya, yang menjadi objek adalah harta.
Adalah fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan lahiriyah identik dengan terpenuhinya kebutuhan dasar  berupa sandang, pangan dan papan. Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang kebutuhan-kebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah-olah bisa terselesaikan dengan dikumpulkannya harta sebanyak-banyaknya.
Harta merupakan keperluan yang sangat penting karena seseorang akan menemui kesulitan apabila di dalam hidupnya tidak mempunyai harta yang cukup. Karena itu, Islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk bertebaran di muka bumi ini untuk mencari karunia Allah (rizki) dengan cara bekerja.


Harta juga merupakan sarana yang diperlukan untuk mempersiapkan bekal bagi kehidupan akhirat. Al-Quran berkali-kali menyerukan agar orang-orang beriman membelanjakan sebagian hartanya di jalan Allah dan agar orang beriman berjuang dengan hartanya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan harta ?
2.      Apa saja unsur-unsur harta ?
3.      Bagaimanakah kedudukan harta ?
4.      Bagaimanakah fungsi harta ?
5.      Bagaimanakah konsep harta ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian harta dan dasar hukumnya.
2.      Untuk mengetahui unsur – unsur harta.
3.      Untuk mengetahui kedudukan harta.
4.      Untuk mengetahui fungsi harta.
5.      Untuk mengetahui konsep harta.





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Harta
Harta dalam bahasa arab disebut al mal yang berasal dari kata maala, yamiilu, mailan yang berarti condong , cenderung , dan miring. Sedangkan pengertian harta menurut istilah dikemukakan para ulama sebagai berikut : [1]
a.       Menurut Ulama Hanafiyah
اَلمَالُ هُوَ كُلُّ مَا يُمْكِنُ حِيَا زَتُهُ وَإِحْرَا زُهُ وَيُنْتَفَعُ بِهِ عَا دَ ةً
Harta adalah segala sesuatu yang mungkin diambil dan dikuasai serta dimanfaatkan menurut adat kebiasaan.
            Dari definisi ini dapat dipahami bahwa untuk bisa dianggap sebagai harta, harus dipenuhi dua unsur sebagai berikut :
1)      Dimiliki dan dikuasai. Apabila sesuatu itu tidak bisa dimiliki dan dikuasai maka tidak dianggap harta. Contohya seperti udara dan panas matahari.
2)      Dapat dimanfaatkan menurut adat kebiasaan. Apabila sesuatu itu tidak bisa dimanfaatkan menurut adat kebiasaan maka tidak dianggap sebagai harta. Contohnya seperti satu biji beras atau satu tetes air. Demikian pula benda-benda yang tidak bisa dimanfaatkan dalam keadaan biasa seperti daging bingkai, tidak dianggap sebagai harta.

b.      Menurut Jumhur Fuqaha
فَهُوَ كُلُّ مَا لَهُ قِيْمَةٌ يَلْزَمُ مُتْلِفَهُ بِضَمَا نِهِ
Harta adalah segala sesuatu yang bernilai yang mewajibkan kepada orang yang merusaknya untuk menggantinya.[2]
Dari definisi ini dapat dipahami bahwa harta adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai baik berupa benda yang kelihatan, seperti emas dan perak maupun yang tidak kelihatan, seperti hak dan manfaat.

Dari kedua definisi tersebut, ada perbedaan pandangan atara keduanya. Hanafiah memandang bahwa manfaat dari suatu benda bukan harta (mal) tetapi termasuk dalam konsep milik karena Hanafiyah membedakan harta dengan milik. Sedangkan Jumhur memandang bahwa manfaat termasuk harta, sebab yang penting dari suatu benda adalah manfaatnya, bukan zatnya. Yang dimaksud manfaat adalah faedah atau kegunaan yang dihasilkan dari benda yang tampak, seperti menempati rumah atau mengendarai mobil. Oleh Hanafiah hak milik tidak dipandang sebagai harta karena tidak bisa dikuasai zatnya. Akan tetapi, Jumhur ulama berpendapat bahwa hak milik dianggap sebagai harta, sebab dapat dikuasai dengan menguasai pokoknya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Kahfi ayat 46 :[3]
 
Artinya : “harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Jumu’ah ayat 10 :
Artinya : ”Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

B.     Unsur-unsur Harta
a.       Bersifat materi (‘aniyah) atau mempunyai wujud nyata.
b.      Dapat disimpan untuk dimiliki (qabil li at-tamlik)
c.       Dapat dimanfaatkan (qabil li al-intifa’)
d.      Kebiasaan (‘urf) masyarakat memandangnya sebagai harta.[4]



C.    Kedudukan Harta
Kedudukan harta bagi manusia sangat penting. Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan didunia ini, sehingga para ulama ushul fiqh memasukkan persoalan harta dalam salah satu adh-dharuriyat al-khamsah (lima keperluan pokok). Yang terdiri atas agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Dalam ayat-ayat al-Qur’an, harta memiliki kedudukan antara lain:
1.    Harta sebagai amanah (titipan) dari allah SWT manusia hanyalah pemegang amanah untuk mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya. Sedangkan pemilik harta sebenarnya tetap pada Allah SWT.

Artinya:
“Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) hartanya mendapatkan pahala yang besar”. (Q.S. al-Hadid:7) 

2.         Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai dan menikmati. Firman-Nya:

Artinya:
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,perak,kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik”.(Q.S. Ali Imron:14) 

3.         Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran islam ataukah tidak Allah berfirman:

Artinya:
 “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan dan di sisi Allahlah pahala yang besar (al-Taghabun:15)


D.    Fungsi Harta
a.       Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas.
b.      Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
c.       Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
d.      Untuk menyelerasakan (menyeimbangkan) anatara kehidupan dunia dan akhirat.
e.       Untuk mengembangkan ilmu.
f.       Harta merupakan sarana penggerak roda ekonomi.
g.      Untuk menumbuhkan interaksi antara individu karena adanya perbedaan dalam kebutuhan. [5]

E.       Konsep Harta
  1. Secara fitrah manusia itu mencintai harta, namun kecintaan kepada harta tidak boleh mengalahkan kecintaan kepada pemilik harta yang sebenarnya, sehingga cara mencari dan menafkahkan pun tidak boleh menyalahi aturan Dzat yang memberikan amanah tersebut.
  2. Tujuan utama/ ghoyah penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah, sedangkan penciptaan Allah, penguasaan manusia terhadap suatu harta adalah sarana untuk mempermudah ibadah kita kepada Allah swt, harta bukan sebagai tujuan.
  3. Allah adalah satu-satunya Dzat yang membagi rizki manusia, dan manusia wajib melakukan ikhtiyar untuk mendapatkannya. Seorang muslim tidak boleh menjadi beban atas orang lain  dalam mencukupi kebutuhannya, maka meminta/ mengemis adalah perbuatan tercela dalam Islam.[6]


BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Harta adalah sesuatu yang bersifat materi atau mempunyai wujud nyata, dapat disimpan untuk dimiliki, dapat dimanfaatkan dan kebiasaan masyarakat memandangnya sebagai harta.
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta  tersebut. Diantar sekian banyak fungsi harta salah satunya adalah untuk meneruskan kehidupan dari suatu periode ke periode berikutnya karena seseorang akan menemui kesulitan apabila di dalam hidupnya tidak mempunyai harta yang cukup. Tetapi kecintaan kepada harta tidak boleh mengalahkan kecintaan kepada pemilik harta yang sebenarnya, Penciptaan Allah terhadap suatu harta adalah sarana untuk mempermudah ibadah kita kepada Allah SWT. Allah adalah satu-satunya Dzat yang membagi rizki manusia, dan manusia wajib melakukan ikhtiyar untuk mendapatkannya.

B.       Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

DEPAG. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya
Huda Qomarul. 2011. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Teras
Lathif Azharudin. 2005. Fiqih Muamalat, Jakarta: UIN Jakarta Press.
Suhendi Hendi. 2001. Fiqh Mu’amalah. Bandung: Pustaka Setia
Wardi Muslich Ahmad. 2010. Fiqh Muamalat.  Jakarta: Amzah
Zuhaili Wahbah. 1989. Al-Fiqh Al-Islamiy wa Abdillatuh. Damaskus; Dar al-Fikr
http://stiualhikmah.ac.id/index.php/kajian/artikel/164-ketentuan-fiqh-islam-tentang-harta-a-kepemilikan



[1] Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 56
[2] Wahbah Zuhail,. Al-Fiqh Al-Islamiy wa Abdillatuh. Juz 4, Damaskus; Dar al-Fikr, cet. III, 1989, hlm.42
[3] DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya, 2002, hlm. 408
[4] Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm 14
[5] Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, ( Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 38-39.
[6] Dikutip dari http://stiualhikmah.ac.id/index.php/kajian/artikel/164-ketentuan-fiqh-islam-tentang-harta-a-kepemilikan

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates