BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, setiap manusia yang ada di muka bumi
ini memiliki fitrah yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Fitrah manusia
tersebut ketika sampai pada puncaknya akan memberikan dampak negatif ketika
tidak dapat diolah dan dikontrol dengan baik. Manusia yang selalu merasa
kekurangan dalam kehidupannya akan menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuannya. Misalnya fitrah ingin cepat kaya, dengan cara ia melakukan
pencurian, korupsi, penipuan, perampokan dan lain-lainnya.
Perbuatan-perbuatan tersebut dalam dunia hukum
dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana. Setiap tindak pidana pasti
memiliki sanksi hukum. Akan tetapi, masyarakat mungkin masih belum mengetahui
hal ini khususnya mengenai sanksinya dalam hukum islam.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis
bermaksud memaparkan berbagai hal, khususnya mengenai perampokan dan jarimahnya
sebagai bahan perbandingan hukum dengan hukum lainnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perampokan dalam tinjauan Hukum Islam ?
- Bagaimana perampokan dalam tinjauan KUHP ?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui perampokan dalam tinjauan Hukum Islam)?
2. Untuk
mengetahui perampokan dalam tinjauan KUHP.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perampokan
(Hirabah) dalam tinjauan Hukum Islam
Menurut buku Tindak Pidana dalam Syariat Islam, hirabah adalah tindak kejahatan yang
dilakukan oleh satu kelompok atau seorang bersenjata yang mungkin akan
menyerang orang ditempat manapun dan mereka merampas harta korbannya dan
apabila korbannya berusaha lari dan mencari atau meminta pertolongan maka
mereka akan menggunakan kekerasan. [1]
Sedangkan menurut buku Fiqh Jinayah, hirabah adalah tindak kejahatan yang
dilakukan secara terang-terangan dan disertai dengan kekerasan.[2]
Secara harfiah hirabah pada umumnya cenderung
mendekati pengertian mencuri.
Para fuqaha berbeda
pendapat dalam mendefinisikan jarimah perampokan (hirabah) diantaranya :[3]
- Pendapat Hanafiyah : perbuatan mengambil harta secara terang-terangan dari orang-orang yang melintasi jalan dengan syarat memiliki kekuatan.
- Pendapat Malikiyah : mengambil harta dengan cara penipuan baik menggunakan kekuatan maupun tidak.
- Pendapat Syafi’iyyah : mengambil harta / membunuh / menakut-nakuti yang dilakukan dengan senjata di tempat yang jauh dari pertolongan.
- Pendapat Hanabilah : mengambil harta orang lain secara terang-terangan di padang pasir menggunakan senjata.
- Pendapat Zhahiriyah : orang yang melakukan kekerasan, menakut-nakuti pengguna jalan, dan membuat onar/kerusakan di bumi.
Dasar hukum hirabah adalah firman Allah SWT yaitu
:
Artinya
: “Sesungguhnya pembalasan terhadap
orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka
bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki
mereka dengan bertimbal balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah :33)[4]
Perbedaannya adalah
mencuri berarti mengambil barang orang lain secara diam-diam, sedangkan hirabah
adalah mengambil barang orang lain dengan cara anarkis/terang-terangan.[5]
Jadi, hirabah
itu adalah suatu tindak kejahatan ataupun pengerusakan dengan menggunakan
senjata/alat yang dilakukan oleh manusia secara terang-terangan dimana saja
baik dilakukan satu orang ataupun berkelompok tanpa memikirkan siapa korbannya
disertai dengan tindak kekerasan.
Pembuktian
perampokan bisa dengan sanksi yaitu dua orang saksi laki-laki dan bisa juga
dengan pengakuan.[6]
Ada beberapa syarat untuk menjatuhi hukuman pada pelaku hirabah yaitu:
- Pelaku Hirabah Adalah Orang Mukallaf
- Pelaku Hirabah Membawa Senjata
- Lokasi Hirabah Jauh Dari Keramaian
- Tindakan Hirabah secara terang-terangan
Sanksi perampokan yang ditentukan dalam surat AlQur’an
di atas ada empat macam yaitu dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kakinya secara
silang, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya.
Hukuman Hirabah dapat hapus karena tobat sebelum
berhasil dibekuk dan sebab-sebab yang menghapuskan hukuman pada kasus pencurian
yakni:
- Terbukti bahwa dua orang saksinya itu dusta dalam persaksiannya,
- Pelaku menarik kembali pengakuannya,
- Mengembalikan harta yang dicuri sebelum diajukan ke sidang.
- Dimilikinya harta yang dicuri dengan sah sebelum diajukan ke pengadilan.
Sebagaimana firman Allah SWT Q.S.Al-Maidah: 33-34 tentang
sindikat Hirabah yang mengadakan pengerusakan diatas bumi kemudian mereka
bertobat sebelum sindikat itu dibekuk maka Allah SWT sesungguhnya akan
mengampuni atas apa yang telah dilakukan oleh sindikat itu dan mereka tidak
akan dijatuhi hukuman Hirabah. [7]
B.
Perampokan
dalam tinjauan Hukum Pidana /KUHP
Dalam Pasal 362 KUHP dikatakan “pengambilan suatu
barang, yang seluruh atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian”. Dengan demikian
perampokan dapat dikatakan sebagai pencurian atas suatu barang.[8]
Ketentuan
pidana terhadap delik perampokan menurut Hukum positif (KUHP) adalah berupa
hukuman penjara yang lamanya disesuaikan dengan bentuk delik yang dilakukan,
maksimal 20 tahun penjara, atau seumur hidup atau pidana mati, tetapi hukuman
mati jarang diterapkan karena masih banyak kontroversi para ahli hukum. Disini
hakim mempunyai peran penting dalam menentukan hukumannya, baik mengenai berat
ringannya maupun lamanya.
Berdasar pada Hukum positif (KUHP) perampokan
dikategorikan dalam delik pencurian dengan kekerasan yang diatur dalam pasal
365 KUHP yaitu pencurian yang didahului, disertai, diikuti dengan kekerasan
yang ditujukan pada orang dengan tujuan untuk mempermudah dalam melakukan
aksinya.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pada Hukum Pidana Islam delik perampokan dapat
dikategorikan dalam jarimah hirabah. Hirabah
adalah suatu tindak kejahatan ataupun pengerusakan dengan menggunakan
senjata/alat yang dilakukan oleh manusia secara terang-terangan dimana saja
baik dilakukan oleh satu orang ataupun berkelompok tanpa mempertimbangkan dan
memikirkan siapa korbannya disertai dengan tindak kekerasan.
Sedangkan berdasar pada Hukum positif (KUHP)
perampokan dikategorikan dalam delik pencurian dengan kekerasan yang diatur
dalam pasal 365 KUHP yaitu pencurian yang didahului, disertai, diikuti dengan
kekerasan yang ditujukan pada orang dengan tujuan untuk mempermudah dalam
melakukan aksinya.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan
lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi perbaikan makalah berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Zainuddin. 2012. Hukum Pidana Islam.
Jakarta : Sinar Grafika
DEPAG. 2002. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Surabaya
Faizal, Enceng
Arif dan
Jaih Mubarok. 2004. Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-Asas Hukum
Pidana Islam). Bandung
: Pustaka Bani Quraisy
Fauzan, Saleh.
2005. Fiqih Sehari-hari. Jakarta : Gema Insani
Jazuli. 2000. Fiqh Jinayah.
Jakarta : RajaGrafindo Persada
Moeljatno. 1982. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yogtakarta:UGM Press
Rahman, Abdur. 1404 H. Tindak Pidana dalam Syari’at Islam,
Hudud
dan Kewarisan. Radja Grafindo: Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar