Kamis, 06 Februari 2014

Hirabah (Perampokan) (Hk. Pidana Islam)


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pada dasarnya, setiap manusia yang ada di muka bumi ini memiliki fitrah yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Fitrah manusia tersebut ketika sampai pada puncaknya akan memberikan dampak negatif ketika tidak dapat diolah dan dikontrol dengan baik. Manusia yang selalu merasa kekurangan dalam kehidupannya akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Misalnya fitrah ingin cepat kaya, dengan cara ia melakukan pencurian, korupsi, penipuan, perampokan dan lain-lainnya.
Perbuatan-perbuatan tersebut dalam dunia hukum dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana. Setiap tindak pidana pasti memiliki sanksi hukum. Akan tetapi, masyarakat mungkin masih belum mengetahui hal ini khususnya mengenai sanksinya dalam hukum islam.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis bermaksud memaparkan berbagai hal, khususnya mengenai perampokan dan jarimahnya sebagai bahan perbandingan hukum dengan hukum lainnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perampokan dalam tinjauan Hukum Islam ?
  1. Bagaimana perampokan dalam tinjauan KUHP ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui perampokan dalam tinjauan Hukum Islam)?
2.      Untuk mengetahui perampokan dalam tinjauan KUHP.



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Perampokan (Hirabah) dalam tinjauan Hukum Islam
Menurut buku Tindak Pidana dalam Syariat Islam, hirabah adalah tindak kejahatan yang dilakukan oleh satu kelompok atau seorang bersenjata yang mungkin akan menyerang orang ditempat manapun dan mereka merampas harta korbannya dan apabila korbannya berusaha lari dan mencari atau meminta pertolongan maka mereka akan menggunakan kekerasan. [1]
Sedangkan menurut buku Fiqh Jinayah, hirabah adalah tindak kejahatan yang dilakukan secara terang-terangan dan disertai dengan kekerasan.[2] Secara harfiah hirabah pada umumnya cenderung mendekati pengertian mencuri.
Para fuqaha berbeda pendapat dalam mendefinisikan jarimah perampokan (hirabah) diantaranya :[3]
  1. Pendapat Hanafiyah : perbuatan mengambil harta secara terang-terangan dari orang-orang yang melintasi jalan dengan syarat memiliki kekuatan.
  2. Pendapat Malikiyah : mengambil harta dengan cara penipuan baik menggunakan kekuatan maupun tidak.
  3. Pendapat Syafi’iyyah : mengambil harta / membunuh / menakut-nakuti yang dilakukan dengan senjata di tempat yang jauh dari pertolongan.
  4. Pendapat Hanabilah : mengambil harta orang lain secara terang-terangan di padang pasir menggunakan senjata.
  5. Pendapat Zhahiriyah : orang yang melakukan kekerasan, menakut-nakuti pengguna jalan, dan membuat onar/kerusakan di bumi.
Dasar hukum hirabah adalah firman Allah SWT yaitu :

Artinya : “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah :33)[4]
Perbedaannya adalah mencuri berarti mengambil barang orang lain secara diam-diam, sedangkan hirabah adalah mengambil barang orang lain dengan cara anarkis/terang-terangan.[5]
Jadi, hirabah itu adalah suatu tindak kejahatan ataupun pengerusakan dengan menggunakan senjata/alat yang dilakukan oleh manusia secara terang-terangan dimana saja baik dilakukan satu orang ataupun berkelompok tanpa memikirkan siapa korbannya disertai dengan tindak kekerasan.
Pembuktian perampokan bisa dengan sanksi yaitu dua orang saksi laki-laki dan bisa juga dengan pengakuan.[6] Ada beberapa syarat untuk menjatuhi hukuman pada pelaku hirabah yaitu:
  1. Pelaku Hirabah Adalah Orang Mukallaf
  1. Pelaku Hirabah Membawa Senjata
  1. Lokasi Hirabah Jauh Dari Keramaian
  1. Tindakan Hirabah secara terang-terangan
Sanksi perampokan yang ditentukan dalam surat AlQur’an di atas  ada empat macam yaitu dibunuh,  disalib, dipotong tangan dan kakinya secara silang, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya.
Hukuman Hirabah dapat hapus karena tobat sebelum berhasil dibekuk dan sebab-sebab yang menghapuskan hukuman pada kasus pencurian yakni:
  1. Terbukti bahwa dua orang saksinya itu dusta dalam persaksiannya,
  2. Pelaku menarik kembali pengakuannya,
  3. Mengembalikan harta yang dicuri sebelum diajukan ke sidang.
  4. Dimilikinya harta yang dicuri dengan sah sebelum diajukan ke pengadilan.
Sebagaimana firman Allah SWT Q.S.Al-Maidah: 33-34 tentang sindikat Hirabah yang mengadakan pengerusakan diatas bumi kemudian mereka bertobat sebelum sindikat itu dibekuk maka Allah SWT sesungguhnya akan mengampuni atas apa yang telah dilakukan oleh sindikat itu dan mereka tidak akan dijatuhi hukuman Hirabah. [7]

B.     Perampokan dalam tinjauan Hukum Pidana /KUHP
Dalam Pasal 362 KUHP dikatakan “pengambilan suatu barang, yang seluruh atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian”. Dengan demikian perampokan dapat dikatakan sebagai pencurian atas suatu barang.[8]
 Ketentuan pidana terhadap delik perampokan menurut Hukum positif (KUHP) adalah berupa hukuman penjara yang lamanya disesuaikan dengan bentuk delik yang dilakukan, maksimal 20 tahun penjara, atau seumur hidup atau pidana mati, tetapi hukuman mati jarang diterapkan karena masih banyak kontroversi para ahli hukum. Disini hakim mempunyai peran penting dalam menentukan hukumannya, baik mengenai berat ringannya maupun lamanya.
Berdasar pada Hukum positif (KUHP) perampokan dikategorikan dalam delik pencurian dengan kekerasan yang diatur dalam pasal 365 KUHP yaitu pencurian yang didahului, disertai, diikuti dengan kekerasan yang ditujukan pada orang dengan tujuan untuk mempermudah dalam melakukan aksinya.
BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Pada Hukum Pidana Islam delik perampokan dapat dikategorikan dalam jarimah hirabah. Hirabah adalah suatu tindak kejahatan ataupun pengerusakan dengan menggunakan senjata/alat yang dilakukan oleh manusia secara terang-terangan dimana saja baik dilakukan oleh satu orang ataupun berkelompok tanpa mempertimbangkan dan memikirkan siapa korbannya disertai dengan tindak kekerasan.
Sedangkan berdasar pada Hukum positif (KUHP) perampokan dikategorikan dalam delik pencurian dengan kekerasan yang diatur dalam pasal 365 KUHP yaitu pencurian yang didahului, disertai, diikuti dengan kekerasan yang ditujukan pada orang dengan tujuan untuk mempermudah dalam melakukan aksinya.

B.       Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.








DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. 2012. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika
DEPAG. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya
Faizal, Enceng Arif dan Jaih Mubarok. 2004. Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-Asas Hukum Pidana Islam). Bandung : Pustaka Bani Quraisy
Fauzan, Saleh. 2005. Fiqih Sehari-hari. Jakarta : Gema Insani
Jazuli. 2000. Fiqh Jinayah. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Moeljatno. 1982.  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yogtakarta:UGM Press
Rahman, Abdur. 1404 H. Tindak Pidana dalam Syari’at Islam, Hudud dan Kewarisan. Radja Grafindo: Jakarta



[1]Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syari’at Islam,Hudud dan Kewarisan. (Radja Grafindo: Jakarta, 1404 H)
[2] Jazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2000), 87
[3] Enceng Arif Faizal, Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-Asas Hukum Pidana Islam),(Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004), 151-152
[4] DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya, 2002
[5] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), 69
[6] Ibid, Jazuli, Fiqh Jinayah,…………. 89
[7] Saleh Fauzan, Fiqih Sehari-hari, ( Jakarta : Gema Insani, 2005), 54
[8]Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Yogtakarta:UGM Press, 1982), 89

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates