BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia tidak
pernah lepas dari interaksi antar sesama karena manusia adalah makhluk sosial.
Sudah merupakan sifat dasar manusia untuk egois sehingga apabila sifat itu terus
menerus dibiarkan, maka yang terjadi adalah ketidak baraturan yang menyebabkan
kehancuran. Oleh karenanya manusia membutuhkan aturan-aturan yang mengatur hak
dan kewajiban satu antar lainnya. Sesuai dengan saran tujuan KUHP nasional
“untuk mencegah penghambatan atau penghalang datangnya masyarakat yang
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia yaitu dengan penentuan perbuatan-perbuatan
manakah yang pantang dan tidak boleh dilakukan, serta pidana apakah yang
diancamkan kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu.
Bila kita ingin
menjauhi sesuatu, maka kita harus mengetahui dulu apakah itu supaya tidak salah
dalam memilih perbuatan. Maka dalam makalah ini penulis akan membahas lebih
dalam tentang perbuatan pidana.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan perbuatan pidana?
2.
Apa saja unsur perbuatan pidana ?
3.
Bagaimana perumusan perbuatan pidana ?
4.
Apa saja jenis-jenis perbuatan pidana ?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari perbuatan
pidana?
2.
Untuk
mengetahui unsur perbuatan pidana?
3.
Untuk
mengetahui perumusan perbuatan
pidana?
4.
Untuk
mengetahui jenis-jenis perbuatan
pidana?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perbuatan
Pidana
Moeljatno
mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi
barang siapa yang melanggar larangan tersebut.[1]
Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana, asal saja perlu diingat bahwa larangan ditujukan kepada
perbuatan, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan
kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh
karena itu antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian ada hubungan
yang erat pula. Untuk menyatakan hubungan yang erat itu dipakailah perkataan
perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan konkrit
pertama adanya kejadian tertentu dan kedua adanya orang yang berbuat yang
menimbulkan kejadian itu.
Roeslan Saleh
mengemukakan pendapatnya mengenai perbuatan pidana yaitu sebagai perbuatan yang
oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang. [2]
Marshall mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang
dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat dipidana berdasarkan
prosedur hukum y ang berlaku.[3]
Pengertian yang
abstrak itu digunakan istilah “peristiwa” sebagaimana dalam pasal 14 ayat 1 UUD
sementara dahulu, yang memakai istilah “peristiwa pidana”. Sebab peristiwa
adalah pengertian yang konkrit, yang hanya menunjukkan kepada suatu kejadian
yang tertentu saja, misal matinya orang..
Istilah lain
yang dipakai dalam hukum pidana yakni “tindak pidana”. Istilah ini karena
tumbuhnya dari pihak kementrian kehakiman yang sering dipakai dalam
perundan-undangan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek daripada “perbuatan”
tapi “tindak” tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tapi
hanya menyatakan keadaan konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan
perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik atau sikap
jasmani seseorang, hal mana lebih dikenal tindak tanduk, tindakan dan bertindak
dan belakangan juga sering dipakai “ditindak”. Oleh karena tindak sebagai kata
yang tidak begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan yang menggunakan
istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasalnya sendiri, maupun dalam
penjelasannya hampir selalu pula dipakai kata perbuatan. Contoh : UU no. 7
tahun 1953n tentang Pemilihan Umum (pasal 127, 129 dan lain-lain).
Dalam konsep
KUHP tindak pidana diartikan sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan
sesuatu yang oleh peraturan perundang-perundangan dinyatakan sebagai perbuatan
yang dilarang dan diancam dengan pidana. Dalam konsep juga juga dikemukakan
bahwa untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut
dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga
bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran masyarakat. Setiap
tindak pidan selalu dipandang melawan hukum,kecuali ada alasan pembenar.[4]
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang
melakukannya. Dengan pengertian ini, maka ditolak pendapat Simons dan Van
Hamel. Simons mengatakan bahwa strafbaarfeit itu adalah kelakuan yang
diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan berhubung dengan kesalahan
yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.[5]
Sedangkan Van Hamel mengatakan bahwa strafbaarfeit adalah kelakuan orang
yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan
dilakukan dengan kesalahan.
Apabila
disimpulkan, maka perbuatan pidana hanya menunjukkan sifatnya perbuatan yang
terlarang dengan diancam pidana.[6]
Jadi perbuatan pidana dipisahkan dari pertanggungjawaban pidana dipisahkan
dengan kesalahan. Lain halnya strafbaarfeit dicakup pengertian perbuatan pidan dan
kesalahan.
B.
Unsur-Unsur Perbuatan Pidana
Unsur-unsur pidana adalah
unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian perbuatan yang dipisahkan dengan
pertanggung jawaban pidana. ketika
dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan
yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melakukannya, maka
unsur-unsur perbuatan pidana meliputi beberapa hal yaitu :[7]
1. Perbuatan itu berujud suatu kelakuan baik aktif
maupun pasif yang berakibat pada timbulnya suatu hal atau keadaan yang dilarang
oleh hukum.
2. Kelakuan dan akibat yang timbul tersebut harus
bersifat melawan hukum baik dalam pengertiannya yang formil maupun materil.
3. Adanya hal-hal atau keadaan tertentu yang menyertai
terjadinya kelakuan dan akibat yang dilarang oleh hukum. Dalam unsur ketiga ini
terkait dengan beberapa hal yang wujudnya berbeda-beda sesuai dengan ketentuan
pasal hukum pidana yang ada dalam undang-undang.
C.
Perumusan Perbuatan Pidana
1.
Kategori Pertama
a.
Menyebutkannya secara rinci terhadap hal-hal yang menjadi unsur perbuatan
pidana, seperti rumusan pasal 362 KUHP tentang pencurian.
b.
Hanya menyebutkan kualifikasinya saja, seperti pasal 351 KUHP tentang
penganiayaan.
c.
Menyebutkan kualifikasi perbuatan sekaligus merinci hal hal yang
menjadi unsur perbuatan pidana. Contoh yang disebutkan kualifikasinya terlebih
dahulu baru menyebutkan unsur-unsurnya yaitu pasal 480 KUHP tentang penadahan .
namun ada yang menyebutkan unsur-unsur terlebih dahulu baru menyebutkan
kualifikasinya seperti pasal 285 KUHP tentang perkosaan dan pasal 372 KUHP
tentang penggelapan.
2.
Kategori Kedua
a.
Perumusan yang menekankan pada aspek perbuatan
atau disebut dengan cara formil, seperti pasal 362 KUHP tentang pencurian.
b.
Perumusan yang menekankan pada akibat akhir
dari kelakuan seseorang yang secara hukum merupakan perbuatan pidana, seperti
pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
c.
Perunmusan dengan cara formil-materiil yaitu
dengan menyebutkan cara-cara dilakukannya perbuatan dan sekaligus akibat yang
timbul yang dilarang, seperti pasal 378 tentang penipuan.
D.
Jenis-jenis Perbuatan Pidana
Secara teoritis terdapat beberapa jenis perbuatan pidana yaitu :[8]
1. Kejahatan dan pelanggaran
Kejahatan adalah perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana
dalam suatu undang-undang atau tidak. sekalipun tidak dirumuskan delik dalam
undang-undang, perbuatan ini benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai
perbuatan yang bertentangan dengan keadilan.
Pelanggaran adalah perbuatan-perbuatan yang oleh
masyarakat baru disadari sebagai perbuatan pidana, karena undang-undang
merumuskan sebagai delik. perbuatan-perbutan ini dianggap sebagai tindak pidana
oleh masyarakat oleh karena undang-undang mengancamnya dengan sanksi pidana.
2. Perbuatan pidana formil dan perbutan pidana materil
Perbuatan pidana formil adalah perbuatan pidana
yang telah dianggap selesai dengan telah dilakukanna perbuatan yang dilarang
dalam undang-undang, tanpa mempersoalkan akibatnya seperti yang tercantum dalam
pasal 362 KUHP tentang pencurian dan pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
Perbuatan pidana materil adalah perbuatan pidana
yang perumusannya dititik beratkan pada akibat yang dilarang. Jenis perbuatan
ini mempersyaratkan terjadinya akibat untuk selesainya seperti dalam pasal 338
KUHP tentang pembunuhan dan pasal 378 KUHP tentang penipu.
3. Delik komisi dan delik omisi
Delik komisi adalah delik yang berupa pelanggaran
terhadap larangan, yaitu perbuatan sesuatu yang dilarang, misalnya melakukan pencurian,
penipu, dan pembunuhan.
Delik omisi adalah delik yang brupa pelanggaran
terhadap perintah, yaitu tidak berbuat sesuatu yang diperintah misalnya tak
menghadap sebagai saksi di muka pengadilan seperti yang tercantum dalam pasal
522 KUHP.
4. Perbuatan pidana kesengajaan (delik dolus) dan perbuatan pidana kealpaan (delik culpa)
Delik dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaan.
misalnya perbuatan pidana pembunuhan
dalam pasal 338 KUHP.
Delik
culpa adalah delik-delik yang
memuat unsur kealpaan. misalnya pasal 359 KUHP tentang kealpaan seoarang yang
mengakibatkan matinya seseorang.
5. Perbuatan pidana tunggal dan perbuatan pidana ganda
Perbuatan pidana tunggal adalah delik yang cukup
dilakukan dengan satu kali perbuatan. dlik ini dianggap telah terjadi dengan
hanya dilakukan sekali perbuatan, seperti pencurian penipu, dan pembunuhan.
Perbuatan pidana ganda adalah delik yang untuk
kualifikasinya baru terjadi apa bila dilakukukan beberapa kali perbuatan,
seperti pasal 480 KUHP yang menentukan bahwa untuk dapat dikualifikasikan
sebagai delik penadahan, maka penadahan itu harus dilakukan dalam beberapa
kali.
6. Perbuatan pidana yang berlangsung terus menerus dan
perbuatan perbuatan pidana yang tidak
langsung terus menerus
Perbuatan pidana yang berlangsung terus menerus
adalah perbuatan pidana yang memiliki ciri, bahwa perbuatan yang terlarang itu
berlangsung terus. misalnya delik merampas kemerdekaan orang dalam pasal 333
KUHP. dalam delik ini, orang yang dirampas kemerdekaannya itu belum dilepas, maka
selama pula delik itu masih berlangsung terus.
Perbuatan pidana yang tidak berlangsung terus adalah
perbuatan yang memiliki ciri, bahwa keadaan yang terlarang itu tidak
berlangsung terus menerus seperti pencurian dan pembunuhan.
7. Delik aduan dan delik biasa
Delik aduan adalah perbuatan pidana yang
penuntutannya hanya dialakukan jika ada pengaduan dari pihak yang terkena atau
yang dirugikan. Delik aduan dibedakan dalam dua jenis yaitu, delik aduan
absolut dan delik aduan relative. Yang pertama adalah delik yang
mempersyaratkan secara absolut adanya pengaduan
untuk menuntutnya seperti pencemaran nama baik yang diatur juga dalam pasal
310 KHUP. Sedangkan yang kedua adaalah delik yang dilakukan dalam lingkunagn
keluarga, seperti pencurian dalam
keluarga yang diatur dalam pasal 367 KUHP.
Delik biasa adalah delik yang tidak mempersyaratkan
adanya panduan untuk penuntutannya, seperti pembunuhan, pencurian dan
penggelapan.
8. Delik biasa dan delik yang dikualifikasi
Delik biasa adalah bentuk tindak pidana yang
apaling sederhana, tanpa uad unsur yang bersifat memberatkan seperti dalam pasal
362 KUHP tentang pencurian.
Delik yang kulifikasi adalah perbuatan pidana dalam bentuk pokok yang tambah dengan
adanya unsur pemberat, sehingga ancaman pidananya menjadi diperberat, seperti
dalam pasal 363 KUHP dan pasal 365 KUHP yang berupa bentuk kualifikasi dari
delik pencurian dalam pasal 362 KUHP.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Perbuatan pidana
adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang
melakukannya. Unsur-unsur perbuatan
pidana meliputi perbuatan itu berujud pada kelakuan baik aktif maupun pasif, kelakuan
dan akibat harus bersifat melawan hukum,dan adanya hal-hal yang menyertai
terjadinya kelakuan dan akibat yang dilarang oleh hukum.
Perumusan
perbuatan pidana ada dua kategori. Dalam kategori pertama terdapat tiga
perumusan yaitu menyebutkannya secara
rinci terhadap hal-hal yang menjadi unsur perbuatan pidana, hanya menyebutkan
kualifikasinya saja, dan menyebutkan kualifikasi perbuatan sekaligus merinci
hal hal yang menjadi unsur perbuatan pidana.
Dalam kategori kedua terdapat tiga perumusan pula yaitu menekankan pada
aspek, menekankan pada akibat , dan menekankan pada perbuatan dan sekaligus
akibat.
Secara teoritis terdapat beberapa jenis perbuatan pidana yang dibedakan
secara kualitatif yaitu kejahatan dan pelanggaran, perbuatan pidana formil dan
perbutan pidana materil, delik komisi
dan delik omisi, perbuatan pidana kesengajaan dan perbuatan pidana kealpaan, perbuatan pidana tunggal dan perbuatan pidana ganda,
perbuatan pidana yang berlangsung terus menerus dan perbuatan perbuatan pidana yang tidak langsung terus
menerus, delik aduan dan delik biasa, dan delik biasa dan delik yang
dikualifikasi
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan
lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi perbaikan makalah berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Mahrus.
2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika
Amzah, Andi.
1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta :Rineka Cipta
Moeljatno. 2002.
Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta
Poernomo,
Bambang. 1976. Asas-Asas Hukum
Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia
Saleh, Roeslan.
1981. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana : Dua Pengertian Dasar
dalam Hukum Pidana. Jakarta : Aksara Baru
Sianturi. 1986. Asas-Asas
Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Alumni AHAEM-PTHAEM
Soesilo. 2005.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politeia
0 komentar:
Posting Komentar