Kamis, 06 Februari 2014

Proses Acara Verzet(Perlawanan) (Hk. Acara Perdata)



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Putusan verstek merupakan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim tanpa hadirnya tergugat dan tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut. Putusan verstek ini merupakan pengecualian dari acara persidangan biasa sebagai akibat ketidakhadiran tergugat atas alasan yang tidak sah.
Dalam acara verstek tergugat dianggap ingkar menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah dan tergugat dianggap mengakui sepenuhnya secara murni dan bulat semua dalil gugatan penggugat. Putusan verstek hanya dapat dijatuhkan dalam hal tergugat atau para tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama.
Putusan tersebut tampak kurang adil bagi tergugat karena dijatuhkan tanpa kehadirannya. Sementara perkara tidak mungkin digantung tanpa akhir yang pasti atau harus segera diselesaikan. Walaupun demikian bukan berarti pintu telah tertutup bagi tergugat. Tergugat masih memiliki jalan untuk mendapatkan pengadilan dengan cara melakukan upaya hukum biasa yaitu perlawanan terhadap putusan verstek.[1]
Pada makalah ini penulis akan membahas lebih dalam tentang verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Verzet?
2.      Bagaimana syarat acara Verzet?
3.      Bagaimana proses pemeriksaan Verzet?
4.      Bagaimana putusan Verzet?
5.      Bagaimana bentuk putusan Verzet?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Verzet?
2.      Untuk mengetahui syarat acara Verzet?
3.      Untuk mengetahui proses pemeriksaan Verzet?
4.      Untuk mengetahui putusan Verzet?
5.      Untuk mengetahui bentuk putusan Verzet?







BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Verzet
Pasal 129 ayat (1) HIR atau pasal 83 Rv menegaskan :
Tergugat yang sedang dihukum sedang ia tidak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu, dapat mengajukan perlawanan atas putusan itu.[2]
Berdasarkan ketentuan tersebut, upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan verstek adalah perlawanan atau verzet. Verzet artinya perlawanan terhadap putusan verstek yang telah dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama), yang diajukan oleh tergugat yang diputus verstek tersebut, dalam waktu tertentu, yang diajukan ke Pengadilan Agama yang memutus itu juga.[3]
Pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang (pada umumnya) dikalahkan. Bagi penggugat yang dikalahkan dengan putusan verstek tersedia upaya hukum banding.[4]
Jadi apabila terhadap tergugat dijatuhkan putusan verstek, dan dia keberatan atasnya, tergugat dapat mengajukan perlawanan (verzet), bukan upaya banding. Terhadap putusan verstek, tertutup upaya banding, oleh karena itu permohonan banding terhadapnya cacat formil, dengan demikian tidak dapat diterima. Dalam Putusan MA ditegaskan bahwa permohonan banding yang diajukan terhadap putusan verstek tidak dapat diterima, karena upaya hukum terhadap verstek adalah verzet.
Perlawanan(verzet) dihubungkan dengan putusan verstek mengandung arti bahwa tergugat berupaya melawan putusan verstek atau tergugat mengajukan perlawanan terhadap putusan verstek dengan tujuan agar putusan itu dilakukan pemeriksaan ulang secara menyeluruh sesuai dengan proses pemeriksaan kontradiktor dengan permintaan agar putusan verstek dibatalkan serta sekaligus meminta agar gugatan penggugat ditolak.
Dengan demikian, tujuan verzet memberi kesempatan kepada tergugar untuk membela kepentingannya atas kelalaian menghadiri persidangan di waktu yang lalu.

B.       Syarat Acara Verzet
Menurut pasal 129 ayat (1) dan pasal 83 Rv, yang berhak mengajukan perlawanan hanya terbatas pihak tergugat saja, sedang kepada penggugat tidak diberi hak mengajukan perlawanan, dalam hal ini pihak tergugat tidak oleh pihak ketiga. Perluasan atas hak yang dimiliki tergugat untuk mengajukan perlawanan meliputi ahli warisnya apabila pada tenggang waktu pengajuan perlawanan tergugat meninggal dunia, dan dapat diajukan kuasa. Tergugat yang tidak hadir disebut pelawan dan penggugat yang hadir disebut terlawan.
Dalam praktik peradilan maka apabila tergugat yang diputus dengan verstek mengajukan verzet maka kedua perkara tersebut dijadikan satu dan dalam register diberi satu nomor perkara.[5]
Penggugat yang diputus verstek, bisa mengajukan banding, bila ia tidak diterima oleh karena gugatannya dinyatakan tidak dapat diterima atau ditolak. Bila penggugat yang diputus verstek banding, maka tergugat yang tidak hadir, tidak bisa verzet. Tenggang waktu mengajukan perlawanan (verzet) adalah 14 hari setelah diberitahukan dan diterimanya putusan verstek oleh tergugat. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada tergugat sendiri, maka perlawanan  masih diterima sampai pada hari ke-8 sesudah peneguran atau dalam hal tidak hadir sesudah dipanggil dengan patut sampai pada hari ke-14, ke-8 sesudah dijalankan surat perintah.[6]
Kemudian ketika perkara verzet disidangkan dan tergugat dikalahkan dengan verstek lagi maka tergugat tidak dapat mengalah dengan banding. Dalam praktik verzet ini harus diberitahukan atau dinyatakan dengan tegas dan bila tidak maka pernyataan verzet bersangkutan dinyatakan tidak dapat diterima.

C.      Proses Pemeriksaan Verzet
Ada tiga cara dalam proes pemeriksaan diantaranya :
1.      Perlawanan diajukan kepada  PN yang menjatuhkan putusan verstek.
Agar permintaan perlawanan memenuhi syarat formil, maka :
Ø  Diajukan oleh tergugat sendiri atau kuasanya.
Ø  Disampaikan kepada PN yang menjatuhkan putusan verstek sesuai batas tenggang waktu yang ditentukan.
Ø  Perlawanan ditujukan kepada putusan verstek tanpa menarik pihak lain, selain daripada penggugat semula.
2.      Perlawanan terhadap verstek , bukan perkara baru.
Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula maka perlawanan bukan perkara baru, akan tetapi merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru atau tidak benar. Sedemikian eratnya kaitan perlawanan dengan gugatan semula, menyebabkan komposisi pelawan sama persis dengan tergugat asal dan terlawan adalah penggugat asal.
3.      Perlawanan mengakibatkan putusan verstek mentah kembali,
Apabila diajukan verzet terhadap putusan verstek maka dengan sendirinya putusan verstek menjadi mentah kembali yaitu ekstensinya dianggap tidk pernah ada sehingga putusan verstek tidak dapat dieksekusi.
Ekstensi putusan verstek bersifat relatif dan mentah selama tenggang waktu verzet masih belum terlampaui. Secara formil putusan verstek memang ada, tetapi secara materiil, belum memiliki kekuatan eksekutorial.
4.      Pemeriksaan perlawanan
Ø  Isi verzet adalah tanggapan terhadap putusan verstek / dalil penggugat asal.
Ø  Verzet hanya mempermasalahkan alasan ketidakhadiran tergugat menghadiri pengadilan.
Ø  Proses pemeriksaannya dengan acara biasa, yang diatur dalam pasal IR yang berbunyi :
Surat perlawanan itu dimaksud dan diperiksa dengan cara yang biasa, yang diatur untuk perkara perdata.[7]

D.      Putusan Verzet
Apabila dalam putusan penyelesaian satu perkara diterapkan acara verstek yang dibarengi dengan acara verzet terhadap putusan verstek tersebut, PN akan menerbitkan dua bentuk putusan :
a.    Produk pertama, putusan verstek sesuai dengan acara verstek, yang digariskan pasal 125 ayat (1) HIR.
b.   Produk kedua, putusan verzet berdasarkan acara verzet yang diatur Pasal 129 ayat (1) HIR.
 Kedua putusan itu, saling berkaitan karena sama-sama bertitik tolak dari kasus yang sama. Akan tetapi, keberadaannya masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. Secara teoritis, putusan verzet bersifat asesor terhadap putusan verstek. Artinya putusan verzet merupakan ikutan dari putusan verzet. Oleh karena itu, putusan verzet tidak mungkin lahir, kalau putusan verstek tidak ada. Bertitik tolak dari pendekatan asesor tersebut, substansi pokok putusan verzet, tidak boleh menyimpang dari permasalahan dalil pokok gugatan yang tertuang dalam putusan verstek.
Pada sisi lain, ditinjau dari segi upaya hokum, verzet menurut pasal 129 ayat (1) HIR merupakan upaya perlawanan terhadap putusan verstek. Berarti putusan verstek yang dijatuhkan pengadilan, merupakan koreksi terhadap putusan verstek. Dengan begitu, jika tergugat mengajukan verzet  terhadap putusan verstek, PN harus memeriksa dan menilai apakah putusan verstek  yang dijatuhkan sudah tepat atau tidak. Tepat atau tidaknya putusan verstek tersebut, dinilai dan dipertimbangkan PN dalam putusan verzet.  

E.       Bentuk Putusan Verzet
1.      Verzet tidak dapat diterima
Dasar alasan bagi hakim menjatuhkan bentuk putusan demikian yaitu :
a.       Apabila tenggang waktu mengajukan verzet yang ditentukan Pasal 129 ayat (1) HIR, telah dilampaui.
b.      Dalam kasus yang seperti itu, gugur hak mengajukan verzet dengan akibat hukum : tergugat dianggap menerima putusan verstek sekaligus tertutup hak tergugat mengajukan banding dan kasasi, dengan demikian putusan verstek  memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam bentuk yang menyatakan verzet tidak dapat diterima, harus dicantumkan amar berisi penegasan menguatkan putusan verstek, sehingga amarnya berbunyi :
a.       Menyatakan pelawan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang salah.
b.      Menyatakan perlawanan (verzet) dari pelawan tidak dapat diterima.
c.       Menguatkan putusan verstek.
2.      Menolak verzet perlawanan
Diktun putusan verzet mesti berisi :
a.       Menyatakan pelwan sebagai pelawan yang tidak benar.
b.      Menolak perlawanan pelawan.
c.       Menguatkan putusan verstek.
3.      Mengabulkan perlawanan
Dasar alasan pengabulan perlawanan terdiri dari dua faktor yaitu : [8]
1)      Terlawan sebagai penggugat asal, tidak mampu membuktikan dalil gugatan.
Sehubungan dengan itu,diktumnya memuat pernyataan :
a.       Menyatakan sebagai pelawan yang benar.
b.      Mengabulkan perlawanan pelawan.
c.       Membatalkan putusan verstek.
d.      Menolak gugatan terlawan














BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Verzet artinya perlawanan terhadap putusan verstek yang telah dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama), yang diajukan oleh tergugat yang diputus verstek tersebut, dalam waktu tertentu, yang diajukan ke Pengadilan Agama yang memutus itu juga.
Syarat acara verzet meliputi yang berhak mengajukan perlawanan hanya pihak tergugat atau ahli warisnya atau kuasanya, tergugat yang diputus dengan verstek lalu mengajukan verzet maka kedua perkara dijadikan satu dan dalam register diberi satu nomor perkara. Tenggang waktu mengajukan verzet adalah 14 hari setelah diberitahukan dan diterimanya putusan verstek oleh tergugat.
Ada tiga cara dalam proes pemeriksaan diantaranya :
1.      Perlawanan diajukan kepada  PN yang menjatuhkan putusan verstek.
2.      Perlawanan terhadap verstek , bukan perkara baru.
3.      Perlawanan mengakibatkan putusan verstek mentah kembali,
4.      Pemeriksaan perlawanan
Ø  Isi verzet yaitu tanggapan terhadap putusan verstekz
Ø  Verzet hanya mempermasalahkan alasan ketidakhadiran tergugat
Ø  Proses pemeriksaannya dengan acara biasa.
Apabila dalam putusan penyelesaian satu perkara diterapkan acara verstek yang dibarengi acara verzet,PN akan menerbitkan dua bentuk putusan :
a.       Produk pertama, putusan verstek sesuai dengan acara verstek.
b.      Produk kedua, putusan verzet berdasarkan acara verzet.
Bentuk putusan verzet ada tiga yaitu verzet tidak diterima, ditolak, atau, dikabulkan.

B.       Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.





















DAFTAR PUSTAKA

Fauzan. 2005. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia. Jakarta : Kencana
Harahap, Yahya. 2012. Hukum Acara Perdata. Jakarta : Sinar Grafika
Mulyadi, Lilik. 1996. Tuntutan Provisionil dalam Hukum Acara Perdata pada Praktik Peradilan. Jakarta : Djambatan
Rasaid, Nur. Hukum Acara Perdata. Jakarta, Sinar Grafika
Rasyid, Raihan. 1998. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Soesilo. 1985. RIB/HIR dengan Penjelasan. Bogor : Politeia
Sugeng, Bambang dan Sujayadi. 2011. Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata. Jakarta : Kencana






[1]  Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, (Jakarta, Sinar Grafika, 1996), 61
[2] Soesilo, RIB/HIR dengan Penjelasan, (Bogor ; Politeia, 1985), 86
[3] Rasyid, Raihan, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), h. 221
[4] Bambang Sugeng dan Sujayadi, Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata, ( Jakarta : Kencana, 2011), 90
[5] Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil dalam Hukum Acara Perdata pada Praktik Peradilan, (Jakarta : Djambatan, 1996), H. 89
[6] Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), 21-22
[7] Ibid, Soesilo, RIB/HIR...............................,86
[8] Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), 413

5 komentar:

Fathur Rohman Muddassir mengatakan...

numpang share ya..???

Unknown mengatakan...

Trims, sudah menambah pengetahuan sy

Unknown mengatakan...

itu yg terakhir faktor pengabulan verzet yg kedua apa ya?

Unknown mengatakan...

Makasih dgn pennyelasan nya

amna mengatakan...

Terima kasih. Sangat bemanfaat

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates